Senin, 30 Juli 2012

Rumah Pohon dan Suku Korowai, Mutiara Berharga dari Papua

http://images.detik.com/customthumb/2012/01/25/1025/img_20120125165716_4f1fd1fc5cc60.jpg?w=600 


Selain keindahan dan kekayaan alamnya, kehidupan suku-suku di Papua sangatlah menarik. Salah satunya adalah Suku Korowai, yang tinggal di rumah pohon setinggi 15 hingga 50 meter. Mereka punya pelajaran tentang kecintaan terhadap alam.

Suku Korowai mendiami wilayah Kaibar, Kabupaten Mappi, Papua. Jika berkunjung ke rumah pohon Suku Korowai, maka Anda harus menelusuri lebat dan liarnya hutan Papua. Tentu sangat menantang bagi Anda para trekking sejati. Menelusuri hutan lebat Papua, berarti Anda menelusuri hutan yang masih sangat alami dan tidak pernah dirusak oleh tangan-tangan manusia. Menjaga kelestarian alam adalah tanggung jawab dari Suku Korowai. Mereka sangat peduli dengan alam Papua.

Sepanjang jalan Anda akan menemukan satwa-satwa yang tidak pernah Anda lihat sebelumnya, seperti burung urip atau nuri Papua, serangga hutan, kupu-kupu hutan dan bahkan burung cendrawasih yang berkeliaran bebas di hutan tersebut. Pepohonan-pepohonan yang besar dan mempunyai tinggi puluhan meter, terik matahari, serta udara yang sejuk, akan menjadikan trekking Anda sangat menegangkan.

Rumah Pohon Suku Korowai sangatlah unik. Mereka membangun rumah di atas pohon supaya tidak terganggu dari serangan binatang buas. Bahan yang digunakan untuk membuat rumah pohon tersebut, berasal dari rawa dan hutan di sekitar mereka. Seperti kayu, rotan, akar, dan ranting pohon. Sungguh suatu keajaiban dunia. Bahan-bahan yang sederhana tersebut dapat dibentuk menjadi sebuah rumah yang kokoh dan indah di pohon dengan ketinggian 15 hingga 50 meter.

Ketika Anda naik sudah berada di rumah pohon, 'lautan' hutan yang hijau dan awan yang biru akan membuat Anda ingin lebih lama tinggal di rumah pohon. Dari ketinggian puluhan meter di atas tanah, Anda dapat melihat dengan jelas hutan Papua yang lebat dan indah. Mungkin, bisa dibilang Anda sedang melihat sebagian 'paru-paru' Indonesia.

Suku Korowai hanya turun dari rumah untuk mencari makanan, seperti buah-buahan dan daging. Uniknya, mereka berburu hanya sedang jika lapar. Selain itu, mereka juga tidak pernah menebang sembarang pohon. Mereka menebang pohon hanya untuk keperluan secukupnya. Maka tidak heran, jika sudah sejak ratusan tahun Suku Korowai menetap di hutan Papua, namun hutannya masih lebat dan terjaga kelestarian flora dan faunanya.

Kadang kita harus berkaca pada kehidupan Suku Korowai tentang keseimbangan alam. Bertamu ke rumah pohon Suku Korowai, akan menambah kekayaan pada diri Anda tentang ilmu dan kesadaran mencintai alam.

Sumber:  travel.detik.com

Festival Lembah Baliem, Pencuri Hati Turis Eropa

Sejak pertama digelar pada 1991, mayoritas wisatawan yang mengikuti Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) berasal dari mancanegara. Rupanya, festival tertua di Papua ini melekat kuat di hati para turis Eropa.

Sebuah pepatah mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang." Rupanya, hal itulah yang jadi pertimbangan kuat para wisatawan mancanegara untuk terbang melintasi samudera dan benua, menginjakkan kaki di pedalaman Papua.

"Dari tahun ke tahun, mereka semakin tahu kalau uang yang mereka keluarkan akan sebanding, bahkan lebih, dengan pengalaman yang mereka dapatkan setelahnya," kata Wempi Wetipo, Bupati Kabupaten Jayapura saat jumpa pers FBLB di Gedung Sapta Pesona, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (27/7/2012).

Tahun lalu, lanjut Wempi, ada sekitar 500 wisatawan yang ikut andil dalam FBLB. Mayoritas dari mereka berasal dari mancanegara, terutama Eropa.

"Festival ini sangat terkenal di dunia internasional. Banyak agen perjalanan di Eropa yang menjual festival ini sebagai itinerary," tutur Sapta Nirwandar, Menparekraf, dalam kesempatan yang sama.

Hal itu sudah tak diragukan lagi. Pada ITB Berlin lalu, stan Papua di bagian Indonesia dipenuhi turis. Papua pun sukses menyandang peringkat 3 dari 150 destinasi wisata di seluruh dunia.

"Setiap tahun Festival Lembah Baliem juga dipromosikan di pameran wisata dalam dan luar negeri," tambah Sapta.

Pada festival tertua di Papua ini, wisatawan bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat serta mengikuti atraksi lempar tombak dan memanah.

"Wisman suka sekali pakai koteka yang sudah disediakan. Selain itu mereka juga suka trekking (di Pegunungan Jayawijaya-red) sebelum atau sesudah festival berlangsung," kata Wempi.

Sumber: travel.detik.com

Taman Nasional Wasur, Maraoke. Afrika di ujung Timur Indonesia

Kanguru Pohon di TN Wasur, Papua
Lahan basah, hutan rawa, juga rumput liar mendominasi area seluas 4.138 km2 di selatan Papua. Inilah Taman Nasional Wasur, habitat bagi flora dan fauna liar yang hidup harmonis dalam lanskap khas Afrika.

Ingatkah Anda akan Baluran? Taman Nasional di Provinsi Jawa Timur itu terkenal dengan sebutan "Africa van Java". 70 Persen lanskap wilayah ini adalah padang savana, yang sekaligus jadi habitat beragam satwa liar. Hal seperti itulah yang bisa Anda temukan di sebuah wilayah, jauh di timur Indonesia.

Taman Nasional Wasur terletak tak jauh dari Merauke, ujung selatan Papua. Berbatasan langsung dengan Papua Nugini, lanskap TN Wasur didominasi oleh lahan basah terbuka dan padang savana. Area seluas 4.138 km2 ini menjadi habitat flora dan satwa liar. Termasuk juga spesies burung endemik, rusa, kangguru pohon, buaya air tawar, juga buaya air asin.

TN Wasur adalah rumah bagi 358 varietas burung, 80 di antaranya endemik Papua. Ada kakatua, kasuari, burung dara mahkota, kesturi raja, cendrawasih kuning besar, cendrawasih raja, juga cendrawasih merah. Burung-burung ini terbang bebas di padang savana, hutan bambu, hutan rawa, juga rumput liar.

Tak heran TN Wasur terkenal sebagai "Serengeti of Papua". Serengeti adalah Taman Nasional yang terletak di Tanzania. Hal itulah yang tercantum dalam situs resmi Departemen Kehutanan yang dikunjungi detikTravel, Senin (30/7/2012),

Lahan basah yang juga mendominasi wilayah ini adalah rumah bagi lobster dan kepiting. Salah satu "rumah favorit" dua spesies ini adalah Danau Rawa Biru. Uniknya, danau ini juga disebut sebagai "Tanah Air" karena banyaknya kehidupan satwa liar di situ. Ini adalah lokasi tempat untuk mengamati kehidupan satwa liar.

Sejak 1991, TN Wasur masuk dalam wilayah proyek konservasi dan pengembangan World Wide Fund for Nature (WWF). Selain diversitas fauna, wisatawan juga bisa menyambangi suku asli Papua yang tinggal di wilayah ini. Ada suku Kanume, Marind, Marori, dan Yei.

Konon, nama "Wasur" berasal dari bahasa Marind yaitu "Waisol" yang berarti taman. Tercatat ada sekitar 2.500 penduduk dari keempat suku tersebut, tersebar di 14 desa berbeda. Mereka hidup berdampingan dengan alam. Mereka mengonsumsi ikan, sagu, umbi-umbian, juga rusa.

Untuk mencapai TN ini, Anda perlu melakukan perjalanan udara dari Jayapura ke Merauke dengan waktu tempuh 1,5 jam. Setelah itu perjalanan sejauh 85 kilometer bisa ditempuh menggunakan kendaraan roda empat, dengan waktu 1-2 jam. Waktu paling baik untuk berkunjung adalah bulan Juli-November tiap tahunnya, saat matahari tak bersinar terlalu terang.

Sumber: travel.detik.com

Balai Taman Nasional (TN) Wasur Merauke, Papua

Richard Bowdler Sharpe Parotia lawesii
MERAUKE, KOMPAS.com - Balai Taman Nasional (TN) Wasur Merauke, Papua,  mencatat setidaknya ada 421 jenis burung endemik maupun migran di dalam kawasan itu. Berbagai jenis burung itu semakin memperkaya satwa dalam TN Wasur.
"Saya yakin masih banyak yang belum terdaftar. Macam-macam jenis bur ung itu menunjukan kekayaan TN Wasur tidak hanya kanguru, rusa, dan cederwasih," kata Kepala Balai TN Wasur Merauke, Dadang Suganda, di Merauke, Senin (30/7/2012) ini.
Aneka jenis burung endemik dan migran tercatat dalam berbagai survei oleh Balai TN Wasur maupun lembaga lain. Beberapa jenis burung endemik yang dilindungi antara lain garuda Irian (Aquila gurneyei), kakatua raja ( Probociger atherimus), mambruk ( Crown pigeons), kasuari ( Cassowary), dan elang laut dada putih ( Haliaetus leucogaster ).
TN Wasur pada Agustus-November pun selalu kedatangan ribuan burung migran dari Australia dan New Zealand, seperti burung Ndarau/bangau abu-abu,pelikan, ibis, dan paruh sendok ( Royal spoonbills).
Hasil pengamatan 2009, terlihat burung biru laut ekor hitam (Limosa limosa) yang ditandai bendera hitam putih oleh China, bermigrasi mencari makan di Rawa Biru, TN Wasur.
Pengamatan burung-burung migran telah menjadi daya tarik khusus, karena hanya terjadi sekali setahun.
TN Wasur mimiliki luas 413.810 hektar yang terbentang di tiga distrik, yakni Distrik Sota, Naukenjerai, dan Merauke, di Kabupaten Merauke. Gerbang masuk TN Wasur terletak sekitar 15 kilometer dari pusat kota Merauke.

Sumber: regional.kompas.com

Linda Gumelar Buka Pameran Kerajinan di Papua Barat


Linda-n

MANOKWARI – Peran kaum perempuan di Papua kian penting terutama membantu suami dalam mencari sumber ekonomi keluarga.

“Pembangunan akan berjalan baik bila dapat melaksanakan kesetaraan gender. Ada keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. Untuk menjadikan perempuan berkualitas maka harus ditingkatkan pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi,” ujar Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP dan PA) Linda Amalia Sari Gumelar saat membuka Pameran Kerajinan Perempuan Asli Papua, Minggu di Manokwari, Papua Barat.


 Linda mengaku gembira perkembangan kesetaraan gender di Papua menunjukkan rel yang benar dan postifif, meski harus terus didorong oleh Pemda setempat dan pemerintah pusat.
Linda mengatakan, lewat pameran yang dilaksanakan secara rutin diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan perempuan asli Papua dalam perannya meningkatkan kesejahteraan. “Ini merupakan semangat dari Perempuan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) untuk memberdayakan perempuan asli Papua. Ini satu langkah sangat baik dan perlu diteruskan,” ujar Linda.

Pameran kerajinan perempuan asli Papua dilaksanakan oleh Pokja MRPB dan dirangkai dengan kegiatan Dialog Eksklusif. Tampil sebagai pembicara Meneg PP dan PA, Kepala UP4B, Gubernur Papua Barat, Ketua MRPB, dll.

Di awal sambutannya, Meneg PP dan PA Linda Amalia Sari Gumilar menyampaikan pesan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono untuk perempuan asli Papua. “Sebetulnya hari ini saya ada sidang kabinet, tapi karena ada acara pembukaan pameran ini, saya diijinkan oleh Bapak Presiden untuk bertemu mama-mama tercinta dan Bapak Presiden menyampaikan pesan agar mama-mama tetap semangat,” kata Linda Gumelar menyampaikan pesan Presiden.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP dan PA) Linda Amalia Sari Gumelar mendapat sambutan tari-tarian adat saat  melakukan kunjungan kerja ke Papua untuk membuka Pameran Kerajinan Perempuan Asli Papua, Minggu di Manokwari, Papua Barat. (aby)

Dikatakan Linda, dengan adanya UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat telah membuka pemberdayaan termasuk perempuan asli Papua. Pemerintah sangat menaruh perhatian penuh bagi percepatan pembangunan di tanah Papua dengan hadirnya UP4B.

Menurutnya, kalau berbicara kesetaraan gender terdapat di semua sektor, yakni pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaaan, ekonomi, perdagangan dan lainnya.

Kegiatan pameran kerajinan tangan perempuan asli Papua, kata meneg PP dan PA, merupakan salah satu dari upaya peningkatan pemberdayaan ekonomi. Namun demikian, yang perlu diperhatian adalah pendidikan dan kesehatan perempuan.

Kegiatan dialog dan pameran tersebut dibiaya oleh meneg PP dan PA, UP4B, PT. Freeport, Pemprov Papua Barat dan MRPB. Pameran tersebut menghadirkan wakil dari 10 kabupaten dan 1 kota serta kelompok perempuan lainnya. (aby/dms)

Sumber: www.poskotanews.com

Pagelaran Festival Tertua di Papua, Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB)

Festival Budaya Lembah Baliem [Indonesia.travel]
Festival Budaya Lembah Baliem
Papua menjadi daya tarik tersendiri bagi turis mancanegara. Salah satunya adalah pagelaran festival tertua di Papua, Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB), tahun ini yang siap digelar dengan beragam pertunjukan budaya serta melibatkan 40 distrik di Kabupaten Jayawijaya.  

Nama Lembah Baliem sudah melekat di hati wisatawan. Ini adalah tempat berlangsungnya Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) 2012, tepatnya di Desa Wosi, Distrik Wosilimo, Kabupaten Jayawijaya, Wamena, Papua.  

Sejak pertama digelar pada 1991, FBLB menjadi event tahunan cerminan kepedulian masyarakat Papua akan kelestarian tradisi dan budaya. Tahun ini, FBLB kembali digelar dengan melibatkan 40 distrik berbeda di Kabupaten Jayawijaya. Festival ini akan berlangsung pada 8-11 Agustus 2012 mendatang.  

“Ada tarian perang-perangan, bakar batu, karapan babi, lomba memanah, dan banyak lagi,” tutur Wempi Wetipo, Bupati Kabupaten Jayawijaya akhir pekan lalu di Jakarta (27/7).  

Selain menyelami kehidupan suku Dani yang mendiami Lembah Baliem, wisatawan juga bisa ikut lomba melempar sege (tongkat), juga memanah. Bahkan, wisatawan laki-laki bisa mengenakan pakaian adat Papua yaitu koteka dan berbaur dalam tarian adat mereka! “Yang wanita bisa mengenakan rotali (rok yang terbuat dari tali atau rumput-red),” tambah Wempi.  

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar mengatakan ada satu hal yang menonjol pada festival yang digelar selama 4 hari ini. FBLB adalah festival budaya tanpa rekayasa, sudah dilakukan lintas generasi dan lintas zaman.  

“Dari tahun ke tahun, sejak dulu, sudah begini tradisinya. Makanya, FBLB jadi wujud pelestarian budaya masyarakat Papua terutama suku Dani. Festival yang akan berlangsung di Desa Wosilimo, Distrik Kurulu, Kabupaten Jayawijaya, Wamena ini diharapkannya mampu menjadi sarana promosi wisata Wamena dan Papua secara umum,” ujar Sapta Nirwandar.  

Sementara itu, Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri M Faried, mengatakan bahwa pihaknya memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) 2012.  

“Kami mendukung publikasi dan promosi agar FBLP diketahui masyarakat luas serta menarik kunjungan wisnus dan wisman ke Wamena,” katanya.  

Pendukungan penyelenggaraan FBLB 2012 ini antara lain berupa publikasi dan promosi agar gaung kegiatan event tahunan ini lebih meluas serta menarik kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman) ke Wamena.  

Selain itu semua atraksi budaya khas Suku Dani itu akan menjadi ajang hunting para fotografer yang tergabung dalam komunitas Fotografer.net Hunting Series 2012.  

“Dalam kegiatan FBLB 2012 juga digelar lomba dan pameran industri kreatif berupa produk cinderamata khas masyarakat Lembah Baliem seperti membuat tas noken serta pameran pembangunan yang menampilkan potensi ekonomi kreatif masyarakat setempat,” katanya.  

Faried menambahkan, FBLB kini telah berhasil masuk dalam agenda pariwisata nasional dan dimasukkan dalam buku promosi pariwisata berupa cetakan maupun digital dalam berbagai bahasa. Bahan promosi ini dikirim ke berbagai negara. 

“Setiap tahun Festival Lembah Baliem juga dipromosikan di pameran pariwisata di dalam dan luar negeri,” tambah M Faried.

Sumber: suarapembaruan.com

Pariwisata, penunjang ekonomi masyarakat Jayawijaya

Penduduk setempat yang tinggal di sekitar daerah wisata, merupakan potensi yang dapat menghidupkan daerah wisata itu sendiri. Seperti penuturan Bupati Jayawijaya, Wempi Wetipo, dalam acara jumpa pers Festival Budaya Lembah Baliem, di Gedung Sapta Pesona, Jumat (27/7/2012), yang menyatakan bahwa masyarakat setempat punya peranan yang cukup besar dalam membantu pelestarian nilai-nilai kebudayaan.


Wempi menegaskan bahwa pemerintah tidak dapat menyiapkan uang setiap saat kepada rakyat, tetapi pariwisata mampu melakukan itu.

Penduduk setempat berperan dalam memperkenalkan dan membawa nama baik daerah wisata yang ada di sekitarnya, seperti halnya penduduk yang berada di Kabupaten Jayawijaya yang sebagian wilayahnya ialah pegunungan.

Menurut Wempi, sebagian penduduk menjadi guide para turis yang datang, serta ada juga yang menjual kerajinan tangan sebagai cenderamata.

Sumber: travel.kompas.com


Kopi Wamena, Mutiara Hitam dari Papua

Menyeruput secangkir kopi hitam adalah hal yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia. Beberapa daerah pun punya kopi andalan, termasuk Wamena di Papua, yang rasanya digemari oleh seluruh dunia!

Beberapa negara identik dengan teh: Jepang, China, Mesir, Turki, Maroko, India, Sri Lanka. Tapi beberapa negara juga identik dengan kopi, salah satunya Indonesia.

Bicara tentang kopi di Indonesia, yang terbesit di benak para coffee-addict pastilah kopi luwak. Konon, kopi jenis ini adalah yang terbaik di dunia. Tapi tunggu dulu, Indonesia juga punya jenis kopi sesuai daerahnya. Masing-masing punya karakteristik lewat rasa dan aroma.

Mulailah dari wilayah paling barat. Aceh Gayo, dengan aroma memikat dan rasa asam yang tak terlalu pekat. Lalu ada kopi Lampung, kopi Bandung (dengan merk paling ternama: Aroma), kopi Toraja, kopi Bali, hingga kopi Papua.

Nah, satu daerah di Papua yang terkenal sebagai penghasil kopi adalah Wamena. Kopi bertekstur ringan, minim ampas, harum semerbak, dan tidak asam. Tak heran kopi Wamena digemari oleh seluruh dunia.

"Wamena punya daya tarik khusus sebagai penghasil kopi terbaik di dunia," tutur Wempi Wetipo, Bupati Kabupaten Jayapura.

Kopi Wamena, lanjut Wempi, telah diekspor ke berbagai belahan dunia dan telah menjadi penyokong tetap merk kedai kopi paling ternama di dunia. Kedai kopi yang lambangnya berwarna hijau itu menggunakan kopi Wamena sebagai bahan baku utamanya.

"Kopi Papua itu enak sekali. Makanya mereka selalu beli, dan akhirnya kita jadi penyalur tetap," tambah Wempi.

Pernah mencoba kopi Wamena? Kalau belum, inilah waktu yang tepat untuk mencicipinya. Jangan lupa, awal mencicipi, jangan pakai campuran gula ke dalam cangkir kopi Anda. Biarkan semua indera Anda bekerja.

Museum Provinsi Papua, Museum sarat budaya Papua

Papua adalah pulau yang sarat budaya. Oleh karena itu, Museum Provinsi Papua tak boleh Anda lewatkan saat berkunjung ke Kota Jayapura. Inilah tempat Anda menimba pengetahuan tentang seluruh aspek di Papua.

Saya pernah mendengar kalimat, "Kalau ingin tahu segala hal tentang sebuah daerah, datanglah ke museumnya." Hal itu benar terasa, saat saya menyambangi Museum Provinsi Papua. Walaupun menempati bangunan yang tak terhitung baru, museum ini selalu membuka pintunya lebar-lebar. Terlebih lagi, untuk wisatawan dengan rasa ingin tahu yang besar.

Hanya Rp 3.500 dan saya pun masuk ke dalam museum ini. Dari pintu depan, saya menuju ke lantai atas yang merupakan ruang pamer pertama. Ruangan bundar itu penuh etalase kaca yang berjejer di dindingnya. Masing-masing berisi peninggalan dari berbagai daerah di Provinsi Papua.

Koper, tas, bantal, manik-manik, hingga alat musik khas Papua dipajang di sini. Ada pula piring-piring peninggalan Belanda serta guci dari China.

Ruangan kedua berada di bangunan yang berbeda. Ruangan ini lebih luas dari ruang pamer pertama, pun menyimpan koleksi sejarah yang lebih banyak pula. Mulai dari alat-alat tradisional Papua sampai foto-foto Perang Dunia II.

"Sekarang ini mulai jarang sekali yang datang ke museum. Kenapa? Padahal museum itu tempat pertama yang harus dikunjungi waktu datang ke daerah yang dituju. Lewat museum, orang jadi tahu daerah-daerah dan budaya yang melekat di situ," tutur Yakomina Rumbiak, wanita yang jadi Kepala Museum Provinsi Papua.

Hal itu sangat disayangkan, padahal Museum Provinsi Papua punya segala informasi tentang provinsi tersebut. Mulai dari arkeologi, etnografi, seni dan budaya, geologi, biologi, hingga relik sejarah. Ada lebih dari 3.600 koleksi bersejarah yang ada di dalamnya, menjadi saksi bisu atas bergeraknya zaman.

Sang Kepala Museum lalu menjelaskan berbagai hal seputar relik sejarah, budaya, serta motif yang terukir di patung dan tiang rumah khas Papua. Ia menceritakan kedekatan hubungan hewan dengan manusia saat saya mengambil gambar tiang unik berukir manusia dan buaya.

Di museum ini, saya mendapat banyak pengetahuan yang jauh lebih banyak dari sekadar berselancar di dunia maya. Museum Provinsi Papua pun masih membuka pintu lebar-lebar, bagi siapa pun yang mau mendalami kekayaan Papua.

Sumber: travel.detik.com

Senin, 23 Juli 2012

Sekilas tentang Kabupaten Manokwari


Logo Kabupaten Manokwari
Sejarah
Manokwari merupakan kota pemerintahan tertua di tanah Papua, ditandai dengan pelantikan J.J. Van Oosterszee sebagai Controleer Afdeling Noord Nieuw Guinea yang berkedudukan di Manokwari oleh Residen Ternate, Van Horst atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 8 November 1898. Kata Manokwari berasal dari bahasa Biak Numfor yang berarti Kampung Tua. Kabupaten Manokwari beribukota di Manokwari dan saat ini dipimpin oleh Bupati Bastian Salabay S.Th dan Wakil Bupati DR Rober Hammar.


 

Geografis
Kabupaten Manokwari terletak di bagian kepala burung Pulau Papua pada posisi 0015’-3025’ Lintang Selatan dan 132035’-134045’ Bujur Timur, memiliki topografi dataran rendah, perbukitan serta pegunungan yang kaya akan potensi sumber daya alam. Luas Kabupaten Manokwari sekitar 14.268 km2 dan dihuni oleh kurang lebih 166.048 jiwa, tersebar di 29 Distrik, 9 Kelurahan dan 408 Kampung. Secara geografis berbatasan dengan:
• Samudera Pasifik di sebelah utara,
• Kabupaten Teluk Wondama di sebelah timur,
• Kabupaten Teluk Bintuni di sebelah selatan, dan,
• Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan di sebelah barat.
Manokwari disebut juga Kota Injil, karena Injil disebarkan pertama kali di Tanah Papua melalui Pulau Mansinam yang terletak di Kabupaten Manokwari pada tanggal 5 Februari
1855, dibawa oleh dua missionaris Jerman yaitu Carel Willem Ottow dan Johann Gottlob Geissler.
Kota Manokwari dapat dicapai langsung melalui kota-kota di Indonesia.

Siapakah Pemimpin Bintuni Periode ketiga?

Bintuni-Rupanya mendiskusikan siapa figur tepat yang akan memimpin Kabupaten Teluk Bupati periode ketiga menjadi salah satu trending topic yang santer diperbincangkan masyarakat saat ini, selain isu lain seperti isu pergantian pejabat.

Masyarakat tertarik membicarakan  Bintuni 1 dan Bintuni 2, tidak sebatas siapa figure yang layak memimpin Bintuni nantinya, tetapi mereka bahkan sudah bisa memprediksi calon mana yang akan unggul pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tahun 2015 mendatang.

Dari penelusuran Koranfakta.net,  hingga Jumat malam (22/6), tidak hanya figur-figur lama yang menjadi bahan diskusi lepas, seperti Drs. Wim Fimbay (Sekda Bintuni), Robert Manibui (Waket II DPRD Bintuni), Petrus Kasihiuw (Kepala Bapeda Tambrau), Akuba Kaitam (Wakil Bupati), Muhamad Yamin (Kadis Pertanian) dan lain lagi, tetapi ada nama baru, sebagai ‘kuda hitam’ yang kini masih berada diluar Bintuni. Dialah Damianus Waney, yang dinilai memiliki kemampuan, komitmen membangun Bintuni.
Waney yang berprofesi sebagai pengacara handal di Papua Barat ini adalah salah satu pelaku sejarah terbentuknya Kabupaten Teluk Bintuni. Pria yang dikenal akrab dengan media ini, menjadi salah satu figur yang menurut warga mampu menakhodai Bintuni.

Selain itu, figur non Papua, yang diposisikan menjadi wabup dan diyakini mampu merangkul masyarakat nusantara adalah Saharuddin St. MM. Pria  yang kini menjabat Ketua DPC PPP Teluk Bintuni dan  anggota DPRD Bintuni. Kemudian ada nama lagi DR. Alimudin, yang menjabat Kepala Bappeda Bintuni, serta figur lain yang juga memiliki kans kuat yaitu Kepala Kantor Lingkungan Hidup, Saiful Adha.

Ketertarikan isu yang dibahas warga Bintuni, terkait siapa bupati dan wakil bupati akan datang, disebabkan sejumlah faktor dan sudah menjadi rahasia umum. Salah satunya upaya dan kerja keras menuju pilkada 2015 terus  dilakukan, melalui tim atau orang-orang kepercayaan figur-figur tersebut.

Cara-cara tersebut, sudah terbaca dikalangan masyarakat dan menjadi rahasia umum seperti, mengamankan partai politik, yang nantinya digunakan sebagai kendaraan politik, serta membanguan komunikasi baik dengan masyarakat. Sebagian dari mereka juga dikabarkan akan berjuang keras mensukseskan figur-figur calon legislative pada pileg 2014 nanti. Karena bagaimanapun, salah satu syarat calon bupati dan calon wakil bupati pada pilkada, harus mendapat rekomendasi partai politik. Terutama partai politik yang keterwakilan kadernya sebagai DPRD Bintuni, memenuhi syarat mencalonkan 1 pasangan calon bupati dan wakil bupati.  Atau tidaknya cukup dengan berkoalisasi, ataupun langkah terburuk maju dengan jalur indipenden.

Kendati demikian, dari sejumlah nama yang disebut-sebut akan menjadi jargon bupati dan wakil bupati akan datang,  saat ini, berperan aktif mendukung program kerja Bupati, Drg. Alfons Manibui, DESS, karena bagaimanapun sebagian dari mereka aktif sebagai pegawai negeri sipil. Bahkan dari informasi yang dirangkum media ini, mereka lebih banyak mengoptimalkan tugas dan kepercayaan yang diamahkan membantu sukseskan program Bupati. Saat dikonfirmasi terkait hal itu, mereka umumnya enggan memberi komentar. “Saat ini, kami fokus membantu Bupati Bintuni, Bapak Alfons Manibui dengan program kerja membangun Bintuni dan mensejahterakan masyarakat,” sebut mereka. Kalau yang dibicarakan masyarakat terkait nama kita, silahkan saja, itu hak mereka.

(Di sandur Dari Berbagai Sumber)

Spesies Ikan Pelangi di temukan di Kepulauan Raja Ampat Papua

Spesies baru ikan pelangi ditemukan oleh tim riset bersama Indonesia dan Perancis. Dideskripsi dengan nama ilmiah Melanotaenia salawati, diyakini sebagai spesies endemik dari pulau Salawati, salah satu pulau besar dari gugusan kepulauan Raja Ampat. Sebagai bagian dari ekoregion Kepala Burung Papua, kawasan ini dikenal sebagai pusat keanekaragaman ikan pelangi dengan tingkat endemisitas tertinggi di ekozona Australasia. Ikan pelangi Salawati adalah spesies ke-19 yang ditemukan oleh para ilmuwan sejak beberapa dekade terakhir.
Tim ilmuwan Indonesia dan Perancis menemukan spesies baru ikan Pelangi di Pulau Salawati, salah satu wilayah kepulauan Raja Ampat. Spesies tersebut diberi nama Melanotaenia salawati, merupakan spesies ke 19 yang ditemukan lewat eksplorasi biodiversitas di kawasan ekoregion Kepala Burung Papua, dimana Raja Ampat masuk di dalamnya. Penemuan dipublikasikan di "International Journal of Ichtyology Cybium yang terbit bulan ini. 

Kadarusman, salah satu anggota tim peneliti dan dosen Akademi Perikanan Sorong mengatakan, Melanotaenia salawati tepatnya ditemukan di Sungai Doktor, bagian barat Pulau Salawati, berjarak 64 km dari Sorong. Sungai tempat ikan pelangi tersebut ditemukan memiliki air yang oleh masyarakat setempat dianggap bisa menyembuhkan beragam penyakit sehingga disebut Sungai Doktor.

Melanotaenia salawati memiliki warna tubuh yang indah. Tubuhnya dibalut dengan warna ungu pada bagian punggung dan lembayung ungu pada hipural ekor. Tutup insangnya punya warna emas dan noktah hijau. Sementara, bagian perut hingga akhir sirip ekor berwarna violet dengan noktah biru di gurat sisi serta warna biru tua di tubuh bagian belakangnya.

Ikan Pelangi Salawati memiliki kekerabatan dengan jenis Melanotaenia fredericki yang banyak ditemukan di sungai besar Warsamson, Sorong. Jenis ikan tersebut juga memiliki kekerabatan denganMelatotaenia batata yang ditemukan di Pulau Batata. Ketiganya memiliki corak warna tubuh yang hampir serupa.

Semula, Ikan Pelangi Salawati sempat dianggap hanya varietas dari Melanotaenia fredericki. Namun, analisis membuktikan bahwa keduanya adalah spesies yang berbeda. Ikan Pelangi Salawati terpisah dengan moyangnya saat terjadinya kenaikan muka air laut 10.000 - 20.000 tahun silam, menggenangi sungai kuno di Sorong dan Pulau Salawati.

Penemuan Ikan Pelangi Salawati hanya berselang setahun dengan penemuan spesies baruMelanotaenia fasiensis dan Melanotaenia ajamaruensis. Ikan Pelangi Salawati juga merupakan spesies ke 19 yang ditemukan. Hal ini semakin meneguhkan bahwa Kepala Burung Papua memiliki biodiversitas dan tingkat endemisitas tinggi.

Sudarto, anggota tim peneliti dari Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok mengungkapkan bahwa salah satu pusat biodiversitas ikan pelangi di Kepala Burung Papua adalah kawasan karst Ayamaru di Sorong Selatan dan karst Lengguru di Kaimana. Ikan pelangi di wilayah tersebut memiliki warna yang lebih bervariasi, didominasi warna terang.

Sementara itu. Laurent Pouyaud dari Institut de Recherche pour le Développement, Perancis, mengatakan bahwa temuan Ikan Pelangi Salawati juga menandakan tantangan baru dalam sains. Biodiversitas di Kepala Burung Papua menanti untuk diteliti dan diungkap keberadaannya. Salah satunya di Ayamaru yang diduga menjadi metropolitan genus Melanotaenia.

Penemuan Melanotaenia salawati adalah hasil kerjasama Akademi Perikanan Sorong, Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok dan Institut de Recherche pour le Développement, Perancis. Sejak tahun 2007, tim peneliti telah menginventarisasi potensi keragaman ikan pelangi Papua untuk studi taksonomi, domestikasi, konservasi dan evolusi.

Data sementara dari analsis molekuler menunjukkan tingginya potensi megabiodiversitas ikan pelangi di Papua. Bagi pemerintah, potensi ini mesti ditanggapi dengan mendukung upaya penelitian lebih lanjut. Potensi terkait budidaya ikan hias juga harus disebarkan ke masyarakat. Ikan pelangi merupakan salah satu ikan hias populer di seluruh dunia, kecuali Afrika.

Sumber: kompas.com

Empat Spesies Ikan Pelangi ditemukan di Papua

Kerjasama penelitian perikanan antara ilmuwan Indonesia dan Perancis membuahkan hasil yang mengagumkan. Tim peneliti berhasil menemukan empat spesies ikan pelangi baru dari Teluk Arguni, Kaimana, Papua Barat.

Renny K Hadiaty, peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang terlibat riset mengungkapkan, salah satu jenis baru yang ditemukan ialah Melanotaenia arguni atau Rainbow Arguni.

Melanotaenia arguni memiliki warna cokelat muda di bagian dorsal dan putih kelam di bagian bawah tubuhnya. Sementara itu, warna abu-abu memencar indah dari bagian pangkal hingga ujung siripnya.

Spesies lain yang juga ditemukan adalah Melanotaenia urisa atau Pelangi Urisa. Sisik pada bagian atas tubuh ikan ini berwarna cokelat sementara sirip pektoralnya bening. Tubuh ikan ini juga dihiasi delapan baringan strip cokelat.

Spesies tersebut berasal dari aliran dan genangan dangkal air tawar. Volume genangannya dipengaruhi oleh fluktuasi air Danau Sewiki, terletak 6 kilometer tenggara Kampung Urisa, Arguni Bawah.

Jenis yang tak kalah indah adalah Melanotaenia veoliae atau Rainbow Veolia. Salah satu yang khas dari jenis ini adalah adanya noktah merah muda di belakang mata. Ciri lain, sirip serta anal berwarna merah darah disekat warna biru.

Melanotaenia veoliae ditemukan di Sungai Gebiasi, sungai yang terletak 14 kilometer selatan Wanoma, Arguni Bawah. Sungai Gebiasi bersumber dari air karst, pertama mengalir 60 meter, lalu ke bawah tanah dan muncul lagi 200 meter di tubir batu dekat kawasan mangrove setempat.

Jenis terakhir yang ditemukan adalah Melanotaenia wanoma atau Pelangi Wanoma. Jenis ini ditemukan di Sungai Wermura, 16 km selatan wanoma, Arguni Bawah. Bagian atas tubuhnya berwarna kecokelatan, tutup insang berwarna emas, sirip dorsal dan anal serta kuncup sirip berwarna kemerahan.

Habitat Pelangi Wanoma dialiri air kristalin dari barisan pegunungan karst Kaimana. Sungai ini pertama mengalir sejauh 200 meter sebelum menghilang di batuan karst lalu muncul kembali 1 kilometer di kawasan mangrove setempat.

Keempat spesies yang ditemukan kali ini merupakan hasil ekspedisi penelitian Lengguru-Kaimana yang dilakukan pada tahun 2010. Dalam ekspedisi ini, terlibat pula Laurent Pouyaud, peneliti dari Institut de Recherche pour le Dèveloppement (IRD) Perancis.

Selama ekspedisi, tim menggunakan kapal riset Airaha 2 milik Akademi Perikanan Sorong, sedangkan untuk mencapai sumber air tawar, tim menggunakan perahu karet kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki. Tak jarang, tim harus menginap di jalan selama berhari-hari.

Program riset karst di wilayah Lengguru sendiri mengkaji keanekargaman hayati dan relasinya dengan historis evolutif Lengguru. Pendekatan DNA Barcoding digunakan dalam penelitian ini.

Wilayah Lengguru yang terletak antara Kepala Burung Papua dan daratan Niugini penting karena menjadi titik kunci penyebaran grup Melanotaenia. Lengguru muncul ke permukaan 10-11 juta tahun silam diikuti munculnya pegunungan tengah Niugini termasuk pegunungan Jayawijaya sekitar 8 juta tahun lalu.

Selama ini, keanekaragaman jenis ikan di wilayah Lengguru belum banyak terdata. Dengan temuan baru ini, jenis ikan pelangi yang terdata menjadi 23 jenis, yang terbagi dalam dua genus yaitu Melanotaenia dan Pelangia.

Terancam

Kadarusman, peneliti dan dosen Akademi Perikanan Sorong, Papua Barat yang juga terlibat penelitian menuturkan bahwa spesies ikan baru yang ditemukan menghadapi tantangan lingkungan yang besar.

"Berdasarkan deskripsi habitat dari keempat spesies baru tersebut, dapat dikatakan bahwa jenis-jenis menawan di atas sedang terancam, mengingat habitatnya sangat terbatas," urainya.

Jenis Melanotaenia arguni misalnya, menghadapi tantangan karena habitatnya yang mengalami pendangkalan hebat. Hampir semua likukan di Sungai Jasu tempat ikan ini hidup dipenuhi deltas pasir.

Kadarusman pun mengatakan, Melanotaenia arguni juga sangat rentan stres. Saat penelitian, ia menemukan bahwa tubuh ikan ini dipenuhi benjolan putih, kondisi ini mungkin disebabkan oleh kualitas air di habitatnya yang dikelilingi tanaman perkebunan.

Kelangsungan hidup spesies yang baru saja ditemukan ini tergantung pada ketersediaan sumber air dari kawasan karst. Kelangsungan jenis Melanotaenia urisa misalnya, sangat dipengaruhi ketersediaan air bongkahan batu dari pegunungan karst Berari.

Untuk menjaga kelangsungan spesies ini, Kadarusman mengungkapkan perlunya upaya konservasi oleh semua pihak. Sumber daya air di kawasan karst sangat dipengaruhi iklim dan penebangan hutan. Perusakan hutan akan mengganggu kelangsungan ekosistem karst.

Upaya menjaga kelangsungan jenis ikan pelangi bukan tanpa tujuan. Salah satu yang bisa dibayangkan, kelangsungan jenis ikan pelangi akan memberi kesempatan bagi masyarakat setempat untuk menekuni budidaya ikan pelangi sebagai ikan hias.

Gigih Setiawibawa, peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Ikan Hias telah berhasil mendomestikasi puluhan jenis ikan pelangi Papua yang didapatkan sejak ekspedisi tahun 2007 silam. Lebih dari separuh koleksi sudah bisa disebarkan ke masyarakat pembudidaya.

Budidaya ikan pelangi telah dilakukan masyarakat. Namun, masyarakat sebelumnya hanya mengenal jenis M. boesemani asal Danau Ayamaru, Papua Barat dan Glossolepis incisus, asal Sentani, Papua. Penemuan dan pelestarian jenis ikan pelangi akan meningkatkan variasi jenis ikan budidaya.

Sumber: kompas.com