Potongan tubuhnya kecil, tapi jangan ragukan kemampuannya. Irjen Pol M
Tito Karnavian, mantan Kepala Densus 88 Polri itu mendapat tugas baru.
Dia akan menjadi kepala Kepolisian Daerah Papua, daerah yang rawan
konflik. Mampukah dia menuntaskan berbagai kekerasan bermotif separatis
di ujung timur Indonesia itu?
Berdasarkan Surat Telegram Rahasia
(STR) Kapolri tertanggal 3 September 2012, Mabes Polri melakukan mutasi
terhadap 58 perwira menengah dan tinggi. Selain jabatan Gubernur Akpol
Irjen Djoko Susilo
dan Wakakorlantas Polri Brigjen Didik Purnomo yang tersandung kasus
dugaan korupsi pengadaan simulator SIM, mutasi empat pimpinan kepolisian
daerah juga menarik perhatian.
Salah satunya adalah pergantian
Kapolda Papua Brigjen Bigman Lumban Tobing yang digeser menjadi Analis
Kebijakan Utama Pembinaan Pendidikan dan Latihan (Bindiklat) Lembaga
Pendidikan Polri (Lemdikpol). Posisi ini akan diisi oleh salah satu
'rising star' di tubuh Polri, Irjen Pol Tito Karnavian, mantan Kepala
Densus 88 yang kini menjabat Deputi Penindakan dan Peningkatan Kemampuan
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).
Jika dibandingkan
kapolda-kapolda seluruh Indonesia, Tito Karnavian adalah kapolda
termuda. Apalagi statusnya yang memimpin Polda Papua, wilayah yang
dikategorikan tipe A, yang berarti tingkat gangguan keamanannya tinggi
sehingga pejabat kapoldanya berpangkat inspektur jenderal alias bintang
dua.
Tito Karnavian merupakan lulusan Akpol tahun 1987. Dia lahir
di Palembang, Sumatera Selatan, 26 Oktober 1964. Di umurnya yang 47
tahun, di angkatannya, dialah yang pertama menembus level bintang dua.
Dia mendapat kenaikan pangkat dari brigjen pada 22 Maret 2012 lalu.
Selepas
Akpol, karier Tito lebih banyak dihabiskan di bagian reserse dan
kemudian intelijen. Dia sempat mengenyam pendidikan di University of
Exeter di Inggris tahun 1993 dan meraih gelar MA dalam bidang police
studies. Tito juga menyelesaikan pendidikan di Massey University
Auckland di Selandia Baru tahun 1998 dalam bidang strategic studies, dan
mengikuti pendidikan di Nanyang Technological University, Singapura,
tahun 2008 sebagai kandidat PhD juga dalam bidang strategic studies.
Nama
Tito mulai dikenal publik ketika tahun 2001, saat berhasil menangkap
Tommy Soeharto yang menjadi buron dalam kasus pembunuhan hakim agung
Syafiuddin Kartasasmita. Berpangkat komisaris ketika itu, dia memimpin
sebuah tim yang selama berbulan-bulan mengejar Tomy. Atas keberhasilan
tim tersebut menangkap Tommy, Kapolri Jenderal S Bimantoro menaikkan
pangkat semua anggota tim.
Jadilah Tito berpangkat ajun
komisaris besar polisi (AKBP). Umurnya baru 35 tahun ketika itu saat
menjadi perwira termuda yang menyandang dua melati di pundaknya.
Tahun
2004, ketika saat Densus 88 Antiteror dibentuk oleh Kapolda Metro Jaya
Irjen Firman Gani, Tito dipercaya menjadi perwira yang memimpin salah
satu tim yang terdiri dari 75 personel.
Puncak prestasinya adalah
mengungkap jaringan teroris Dr Azahari dan kelompoknya di Batu, Malang,
Jawa Timur, 9 November 2005. Di bawah pimpinannya, Densus 88 Antiteror
juga berhasil menangkap 19 dari 29 warga Poso yang masuk dalam DPO di
Kecamatan Poso Kota, 2 Januari 2007. Tito dan sejumlah perwira Polri
lainnya juga sukses membongkar konflik Poso dan meringkus orang-orang
yang terlibat di balik konflik tersebut. Tito dan timnya juga berhasil
melumpuhkan jaringan Noordin M Top dalam pengepungan teroris di Solo
pada 17 September 2009 yang menewaskan empat orang.
Tito mencapai
karier tertingginya di Densus 88 ketika memimpin detasemen itu sejak
November 2009 menggantikan Brigjen Pol Saud Usman Nasution. Selang
setahun, Tito digeser menjadi Deputi Penindakan dan Peningkatan
Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).
Dengan
segudang pengalamannya di bidang intelijen dan penanganan terorisme,
kepemimpinannya di Polda Papua akan menjadi salah satu pembuktian
kemampuannya memimpin suatu wilayah. Jika sukses menangani masalah
keamanan di Papua yang selama ini terus bergolak, Tito bukan tidak
mungkin akan menjadi salah satu kandidat kapolri di masa datang.
Apalagi dengan tersandungnya Irjen Djoko Susilo
dan beberapa perwira senior yang awalnya diramalkan akan menjadi
kandidat kapolri, Tito bisa menjadi kuda hitam bagi para seniornya.
0 komentar:
Posting Komentar