Rabu, 10 Oktober 2012

POLISI, ANTARA DICINTAI DAN DIBENCI


Jatuhnya orde baru tahun 1998 telah menghantarkan Indonesia menuju gerbang baru, sebagaimana sebuah negara yang baru lahir, dibutuhkan landasan-landasan baru untuk menuju berdirinya sebuah negara yang dicita-citakan oleh rakyat. Belenggu yang selama ini dirasakan rakyat seolah terlepas untuk menuju kebebasan. Kelahiran Indonesia baru dalam masa era reformasi ditengah-tengah globalisasi dunia yang melanda di berbagai negara, telah membawa berkah diberbagai bidang. Diantaranya adalah lahirnya Kepolisian Negara Republik Indonesiayang independen dan berkedudukan langsung dibawah presiden.

Sejarah Kepolisian independen diawali dengan keluarnya Inpres No.02/1999 tanggal 1 april 1999 tentang pemisahan Polri dari TNI. untuk sementara Polri berada dibawah Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia. Pada HUT Bhayangkara 1 juli 2000, dikeluarkan kepres No. 89/2000 yang melepaskan Polri dari Dephan dan menempatkannya langsung dibawh Presiden. Kemudian melalui TAP MPR No. VI/2000 tanggal 18 agustus 2000 menetapkan pemisahan Polri dan TNI, serta TAP MPR No. VII/2000 yang mengatur peran Polri dan TNI. Inilah saat dimulainya babak baru Kepolisian Negara Republik Indonesia menuju Polri yang mandiri dan profesional, hal ini ditandai dengan ditetapkannya UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

POLRI SEBAGAI PENANGGUNG JAWAB KAMDAGRI
Penguatan kedudukan, tugas dan tanggung jawab Polri tercantum dalam konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu UUD 1945. Dalam pasal 30 UUD 1945 disebutkan bahwa Polri bertanggung jawab terhadap masalah kamtibmas namun setelah amandemen ke - II UUD 1945 disebutkan bahwa dalam pasal 30 bahwa Polri bertanggung jawab terhadap Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri). Hal ini membawa konsekuensi tugas Polri yang lebih luas, kompleks dan berat. Sebagai penanggung jawabKamdagri, Polri ikut serta menjadi penjaga demokrasi yang terus berkembang ditengah masyarakat. Peran Polri yang sangat kompleks menjadikan Polri memiliki wilayah tugas yang sangat luas dan strategis, sehingga profesionalisme tugas Kepolisian harus terus dikembangkan dan ditingkatkan.

POLISI ANTARA DICINTAI DAN DIBENCI
Tugas Polri bagaikan dua sisi mata uang yang berlawanan. sisi pertama Polri harus bisa menampilkan sosok yang melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Pada sosok inilah polisi harus bisa menampilkan pribadi yang ramah, penuh salam dan sapa, humanis, mampu berkomunikasi dengan baik kepada seluruh komunitas dalam masyarakat, melaksanakan tugas dalam menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Keberhasilan penampilan sosok polisi yang demikian akan melahirkan rasa kecintaan masyarakat kepada polisi, masyarakat akan merindukan kehadiran polisi ditengah-tengah mereka, masyarakat akan sangat dan mau melakukan konsultasi berbagai masalah kamtibmas dan pemecah masalah. Pada sisi ini dibutuhkan polisi yang mampu menampilkan sosok profesional dalam pelaksanaan tugas. Sehingga akan selalu terbangun komunikasi yang efektif dan berkelanjutan, senantiasa akan timbul partisipasi aktif untuk bersama-sama menjaga kamtibmas dilingkungannya. Inilah keberhasilan community policing atau kemitraan antara polisi dengan masyarakat.
Pada sisi kedua Polri berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya hadir sebagai sosok penegak hukum. sebagai sosok penegak hukum, polisi harus menampilkan pribadi yang tidak diskriminatif dan selalu objektif dalam penanganan setiap pelanggaran hukum. Pribadi polisi yang harus kuat godaan, kuat terhadap setiap bentuk ajakan kolusi, korupsi dan nepotisme yang mengarah kepada pelaggaran kode etik Kepolisian maupun disiplin Kepolisian. Era reformasi sebagai era kebebasan bagi masyarakat dalam menampilkan berbagai persoalan yang ada kadang kala melunturkan sikap taat hukum, anarkisme, dan pelanggaran hukum selalu menjadi pilihan yang terbaik dan diyakini oleh masyarakat sebagai jalan yang benar. Hampir setiap kesempatan selalu terjadi bentrok, kericuhan dan konflik baik antar masyarakat maupun masyarakat dengan Polisi. Dalam keadaan yang demikian ini mau tidak mau, suka tidak suka polisi harus bertindak tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Jika Polisi bertindak tegas bahkan mungkin ada yang menjadi korban, disinilah lahir polisi yang dibenci masyarakat. Ini wajar dan lumrah sebab ketidak berhasilan polisi dalam menampilkan sosok yang baik akan melahirkan kebencian dalam masyarakat.

POLISI YANG PROFESIONAL DAN DEMOKRATIS
Membangun polisi yang profesional dan demokratis tidaklah mudah. membutuhkan jangka waktu yang relatif lama, memerlukan biaya yang tidak murah, dan banyak sekali faktor-faktor yang dibutuhkan. Perubahan mind set anggota polisi adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendukung sikap profesionalisme. Diakui bahwa selama berpuluh-puluh tahun mind set polisi bersikap militeristik telah menjadi bagian dari budaya polisi yang sangat susah untuk diubah. Perlu waktu bertahun-tahun untuk menjadikan polisi sipil (civilion Police). Paradigma baru kepolisian harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat yang harus dilayani, tahu dan mengerti apa kebutuhan masyarakat. Sehingga dibutuhkan kemandirian, sikap profesional dan kemampuan penegakan hukum yang handal dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia melalui pendekatan etika, moral dan akal budi. Hal ini bisa dicapai apabila polisi yang profesional dan mandiri mampu secara efektif dan efisien melalui kemitraan yang baik dengan seluruh komponen dan comunity yang ada dalam masyarakat.

Artikel ini ditulis oleh Kapolres Nabire Polda Papua pada Majalah Rastra Samara Polda Papua edisi September 2012.

1 komentar:

  1. Begitulah, Pak.
    Namun yang penting adalah political will dari seluruh perangkat organisasi pada waktu yang sama untuk sama-sama berubah.
    masyarakat sangat mendambakan Polri yang baik dan benar loh Pak, rinduuu....

    BalasHapus